BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang

Melihat
kecenderungan-kecenderungan yang terjadi seperti sekarang, bahwa mutu
pendidikan diukur dengan hanya kemampuan koginitif. Dan akibatnya aspek-aspek
moral, akhlak, budi pekerti, seni, psikomotorik, serta life skill,terabaikan.
Merebaknya
isu-isu moral di kalangan remaja seperti penggunaan narkoba, tawuran pelajar,
pornografi, perkosaan, merusak milik orang, merampas, menipu, mencari bocoran
soal ujian, perjudian, pelacuran, pembunuhan, dan lain-lain sudah menjadi
masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Akibat
yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu
persoalan sederhana, karena sudah menjurus kepada tindak kriminal. Kondisi ini
sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para guru
(pendidik), sebab pelaku-pelaku beserta korbannya adalah kaum remaja, terutama
para pelajar dan mahasiswa.
Banyak orang berpandangan
bahwa kondisi demikian diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia
pendidikan. Pendidikanlah yang sebenarnya paling besar memberi kontribusi
terhadap situasi seperti ini.
Pendidikan
jasmani olahraga dan kesehatan merupakan media untuk mendorong pertumbuhan
fisik dan perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran,
penghayatan dan nilai-nilai
(sikap-menta-emosional-sportivitas-spritual-sosial), serta pembiasaan pola
hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan
kualitas fisik dan psikis yang seimbang.
Sesuai
dengan pembahasan makalah ini, yaitu Pendidikan dan pembentukan watak manusia
Indonesia yang dikaitkan dengan peran
pendidikan jasmani.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka
dapat dirumuskan masalah yaitu:
Bagaimana peran pendidikan jasmani dalam
pendidikan dan pembentukan watak manusia Indonesia seutuhnya.
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan
makalah ini adalah:
1
Untuk mengetahui peran pendidikan jasmani
dalam pendidikan dan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
BAB
II PEMBAHASAN
- Dasar Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional tersebut direncanakan dan
dilaksanakan berdasarkan amanat Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Indonesia
tahun 1945, yakni Pemerintah Negara Indonesia merlindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sehubungan dengan kehendak mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan UUD'45
pasal 31 ayat 1 dan 2, menyatakan;
1. Tiap-tiap
warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
2. Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.
Realisasi
dari UUD'45 ini lahirlal UU RI tentang pendidikan nasional. Berdasarkan UU
Republik Indonesia No. 22 Th. 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS), Bab II pasal 2 Perdidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Ripublik Indonesia Tahun 1945, dan pasal 3 Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Merebaknya isu-isu moral di
kalangan remaja seperti penggunaan narkoba, tawuran pelajar, pornografi,
perkosaan, merusak milik orang, merampas, menipu, mencari bocoran soal ujian,
perjudian, pelacuran, pembunuhan, dan lain-lain sudah menjadi masalah sosial
yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan
cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana,
karena sudah menjurus kepada tindak kriminal. Kondisi ini sangat memprihatinkan
masyarakat khususnya para orang tua dan para guru (pendidik), sebab
pelaku-pelaku beserta korbannya adalah kaum remaja, terutama para pelajar dan
mahasiswa.
Banyak orang berpandangan bahwa
kondisi demikian diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.
Pendidikanlah yang sebenarnya paling besar memberi kontribusi terhadap situasi
seperti ini. Masalah moral yang terjadi pada siswa tidak hanya menjadi tanggung
jawab guru penjas namun juga menjadi
tanggung jawab seluruh pendidik.
Apalagi jika komunitas suatu sekolah terdiri dari berbagai suku bangsa, agama,
dan ras. Berbagai konflik akan dengan mudah bermunculan. Jika kondisi semacam
ini tidak di atasi maka akan timbul konflik-konflik yang lebih besar. Akibatnya
masalah moral, etika akan terabaikan begitu saja.
B.
Pendidikan
jasmani dalam pendidikan nasional
Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan, sehingga pendidikan jasmani memiliki arti yang
cukup representatif dalam mengembangkan manusia dalam persiapannya menuju
manusia Indonesia seutuhnya.
Pendidikan jasmani di Indonesia memiliki tujuan
kepada keselarasan antara tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa, dan
merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa indonesia yang sehat lahir dan
batin, diberikan kepada segala jenis sekolah. (UU no 4 th 1950, ttg
dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah bab IV pasal 9)
Pendidikan jasmani mempunyai tujuan pendidikan
sebagai (1) perkembangan organ-organ tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan
kebugaran jasmani, 2) perkembangan neuro muskuler, 3) perkembangan mental
emosional, 4) perkembangan sosial dan 5) perkembangan intelektual.
Tujuan akhir olahraga dan pendidikan jasmani
terletak dalam peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai
wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat, watak yang baik
dan sifat yang mulia; hanya orang-orang yang memiliki kebajikan moral seperti
inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang berguna (Baron Piere de
Coubertin)
Uraian di atas memperjelas bahwa pendidikan jasmani
dan olahraga merupakan ‘alat’ pendidikan, sekaligus pembudayaan. Proses ini
merupakan sebuah syarat yang memungkinkan manusia mampu terus mempertahankan
kelangsungan hidupnya sebagai manusia.
Pendidikan adalah segenap upaya yang mempengaruhi
pembinaan dan pembentukkan kepribadian, termasuk perubahan perilaku, karena
itu pendidikan jasmani dan olahraga selalu melibatkan dimensi sosial,
disamping kriteria yang bersifat fisikal yang menekankan ketrampilan,
ketangkasan dan unjuk “kebolehan’. Dimensi sosial ini melibatkan hubungan
antar orang, antar peserta didik sebagai sebagai fasilitator atau pengarah.
Kondisi saat ini ketika masyarakat Indonesia
menghadapi permasalahan perekonomian yang berkepanjangan, tidak terlepas dari
etika dan moral bangsa yang sudah ‘bobrok’, budaya bangsa yang luhur mulai
telah terkikis sedikit demi sedikit. Anak banyak yang tidak menghargai
gurunya bahkan orang tuanya.
Fenomena dalam pendidikan jasmani saat ini, banyak
anak yang enggan mengikuti pelajaran pendidikan jasmani karena terkesan
membosankan dan menjemukan.
Pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium
bagi pengalaman manusia, karena dalam pendidikan jasmani menyediakan
kesempatan untuk memperlihatkan mengembangan karakter. Pengajaran etika dalam
pendidikan jasmani biasanya dengan contoh atau perilaku. Pengajar tidak baik
berkata kepada muridnya untuk memperlakukan orang lain secara adil kalau dia
tidak memperlakukan muridnya secara adil.
Selain dari pada itu pendidikan jasmani dan olahraga
begitu kaya akan pengalaman emosional. Aneka macam emosi terlibat di
dalamnya. Kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga yang berakar pada
permainan, ketrampilan dan ketangkasan memerlukan pengerahan energi untuk
menghasilkan yang terbaik.
Pantas rasanya jika kita setuju untuk mengemukakan
bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan dasar atau alat pendidikan
dalam membentuk manusia seutuhnya, dalam pengembangan kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotor yang behavior dalam membentuk kemampuan manusia yang
berwatak dan bermoral.
Dalam tulisan ini akan lebih dibahas tentang pembentukan
watak manusia seutuhnya dalam
pendidikan jasmani dan olahraga. Bagaimana etika dalam pendidikan jasmani dan
olahraga?
Bagaimana pendidikan Jasmani membentuk manusia
secara utuh?
Masalah tersebut akan dicoba dibahas dalam tulisan
ini dari segi teori dan analisis penjas. Etika dan Masalah-masalah dalam
Pendidikan Jasmani dan Olahraga 4
Hakikat Etika
Istilah etika dan moral secara etimologis, kata ethics
berasal dari kata Yunani, ethike yang berarti ilmu tentang moral
atau karakter. Studi tentang etika itu secara khas sehubungan dengan prinsip
kewajiban manusia atau studi tentang semua kualitas mental dan moral yang
membedakan seseorang atau suku bangsa. Moral berasal dari kata Latin, mos dan
dimaksudkan sebagai adat istiadat atau tata krama. (Rusli Lutan)
Etika tidak mempunyai pretensi untuk secara langsung
dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Etika adalah pemikiran sistematis
tentang moralitas, dimana yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan,
melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. (Franz Magnis
Suseno,1989). Lebih lanjut dikatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu, bukan
sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran-ajaran moral tidak berada di tingkat
yang sama. Untuk memahami etika, maka kita harus memahami moral.
Selanjutnya Suseno mengatakan bahwa Etika pada
hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan
ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma dan
pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut pertanggung jawabab
dan mau menyingkapkankan ke rancuan. Etika tidak membiarkan pendapat-pendapat
moral begitu saja melainkan menuntut agar pendapat-pendapat moral yang
dikemukakan di pertanggung jawabkan. Etika berusaha untuk menjernihkan
permasalahan moral.
Dalam etika mengembangkan diri, Orang hanya dapat
menjadi manusia utuh kalau semua nilai atas jasmani tidak asing baginya,
yaitu nilai-nilai kebenaran dan pengetahuan, kesosialan, tanggung jawab
moral, estetis dan religius. Suatu usaha sangat berharga untuk menyusun
nilai-nilai dan menjelaskan makna bagi manusia dilakukan oleh Max Scheler
dikemukan sebagai berikut : Mengembangkan diri, Melepaskan diri, menerima
diri Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan
Olahraga 5
Freeman menyebutkan bahwa
etika terkait dengan moral dan tingkah laku, menjelaskan aturan yang tepat
tentang sikap. Etika merupakan pelajaran dari tingkah laku ideal dan
pengetahuan antara yang baik dan buruk. Etika juga menggambarkan tindakan
yang benar atau salah dan apa yang harus orang lakukan atau tidak. Etika
penting karena merupakan kesepakatan pada kebiasan manusia, bagaimana
modelnya, bagaimana ia menunjukkan dirinya sendiri, dengan segala sisi baik
dan buruk.
Scott Kretchmar mengemukakan etika mendasari tentang
cara melihat dan mempromosikan kehidupan yang baik, tentang mendapatkannya,
merayakannya dan menjaganya. Etika terkait dengan nilai-nilai pemeliharaan
seperti kebenaran, pengetahuan, kesempurnaan, persahabatan dan banyak nilai-nilai
lainnya. Etika juga mengenai rasa belas kasih dan simpati, tentang memastikan
kehidupan baik berbagi dengan lainnya, etika terkait dengan kepedulian
terhadap yang lain, terutama yang tidak punya kedudukan atau kekuatan yang
diperlukan untuk melindungi diri mereka sendiri atau jalan mereka.
Hakikat
Moral
Istilah moral dikaitkan dengan motif, maksud dan
tujuan berbuat. Moral berkaitan dengan niat. Sedangkan etika adalah studi
tentang moral. Sedangkan menurut Freeman etika terkait dengan moral dan tingkah
laku. Lebih lanjut Scott Kretchmar menyatakan bahwa etika juga mengenai
tentang rasa belas kasih dan simpati-tentang memastikan kehidupan yang baik
berbagi dengan lainnya.
Suseno mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada
baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral
adalah tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia
dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku
peran tertentu dan terbatas. Etika dan Masalah-masalah dalam
Pendidikan Jasmani dan Olahraga 6
Selanjutnya dikatakan bahwa
ada norma-norma khusus yang hanya berlaku dalam bidang atau situasi khusus.
Seperti bola tidak boleh disentuh oleh pemain sepakbola, bila permainan
berhenti maka aturan itu sudah tidak berlaku.
Norma diatas merupakan norma khusus, sedangkan norma
umum ada tiga macam seperti : norma-norma sopan santun, norma-norma hukum dan
norma-norma moral. Norma sopan santun menyangkut sikap lahiriah manusia.
Namun sikap lahiriah sendiri tidak bersifat moral.
Norma hukum adalah norma yang dituntut dengan tegas
oleh masyarakat karena perlu demi keselamatan dan kesejahteraan umum. Norma
hukum adalah norma yang tidak dibiarkan dilanggar, orang yang melanggar
hukum, pasti akan dikenai hukuman sebagai sangsi. Tetapi norma hukum tidak
sama dengan norma moral. Bisa terjadi bahwa demi tuntutan suara hati, demi
kesadaran moral, orang harus melanggar hukum. Kalaupun dihukum, hal itu tidak
berarti bahwa orang itu buruk. Hukum tidak dipakai untuk mengukur
baik-buruknya seseorang sebagai manusia, melainkan untuk menjamin tertib
umum. Norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur
kebaikan seseorang, maka dengan norma-norma moral kita betul-betul dinilai.
Itulah sebab penilaian moral selalu berbobot.
Perkembangan moral adalah proses, dan melalui proses
itu seseorang mengadopsi nilai-nilai dan perilaku yang diterima oleh
masyarakat (Bandura, 1977). Pada dasarnya seseorang yang konsisten
menginternalisasi norma dipandang sebagai seseorang yang bermoral. Para ahli
menerapkan apa yang disebut pendekatan “kantong kebajikan” (Kohlberg, 1981),
teori ini percaya bahwa seseorang mencontoh perilaku orang lain sebagai model
atau tauladan yang ia nilai memiliki sifat-sifat tertentu atau yang
menunjukkan perilaku berlandasan nilai yang diharapkan.
Untuk memahami moral Kohlberg (1981) dan Rest (1986)
menyatakan bahwa pemahaman moral berpengaruh langsung terhadap motivasi dan Etika
dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 7
perilaku namun memiliki
hubungan yang tak begitu kuat. Hubungan erat pada empati, emosi, rasa
bersalah, latar belakang sosial, pengalaman.
Suseno melihat terdapat tiga prinsip dasar dalam
moral, yaitu prinsip sikap baik, prinsip keadilan dan prinsip hormat
terhadap diri sendiri.
Prinsip sikap baik dimana prinsip ini mendahului dan
mendasari semua prinsip moral lain, dimana sikap yang dituntut dari kita
adalah jangan merugikan siapa saja. Prinsip bahwa kita harus mengusahakan
akibat-akibat baik sebanyak mungkin dan mengusahakan untuk sedapat mungkin
mencegah akibat buruk dari tindakan.
Prinsip keadilan dimana keadilan tidak sama dengan
sikap baik, demi menyelamatan gol dari serangan lawan, pemain belakang menahan
dengan tangan, hal itu tetap tidak boleh dengan alasan apapun, berbuat baik
dengan melanggar hak pihak lain tidak dibenarkan.
Prinsip hormat terhadap diri sendiri mengatakan
bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan diri sebagai suatu yang bernilai
pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan faham bahwa manusia adalah
person, pusat berpengertian dan berkehendak, yang memiliki kebebasan dan
suara hati, mahluk berakal budi.
Bagaimana
kita mengajarkan etika dan nilai moral
Dalam mengajarkan etika dan nilai moral sebaiknya lebih bersifat
contoh, pepatah mengatakan bahwa tindakan lebih baik baik dari kata-kata.
Lutan mengatakan Nilai Moral itu beraneka macam, termasuk loyalitas,
kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan,
kooperasi, tugas dll. Lebih lanjut dikatakan ada 4 nilai moral yang menjadi
inti dan bersifat universal yaitu :
1. Keadilan.
Keadilan ada dalam beberapa bentuk ; distributif, prosedural,
retributif dan kompensasi. Keadilan distributif berarti keadilan yang
mencakup pembagian
Etika
dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 8
keuntungan dan beban secara relatif. Keadilan prosedural mencakup
persepsi terhadap prosedur yang dinilai sportif atau fair dalam menentukan
hasil. Keadilan retributif mencakup persepsi yang fair sehubungan
dengan hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggar hukum. Keadilan kompensasi mencakup
persepsi mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh penderita atau yang
diderita pada waktu sebelumnya.
Seorang wasit bila ragu memutuskan apakah pemain penyerang berada pada
posisi off-side dalam sepakbola, ia minta pendapat penjaga garis. Semua
pemain penyerang akan protes, meskipun akhirnya harus dapat menerima, jika
misalnya wasit dalam kasus lainnya memberikan hukuman tendangan penalti
akibat pemain bertahana menyentuh bola dengan tanganya, atau sengaja
menangkap bola di daerah penalti. Tentu saja ia berusaha berbuat seadil
mungkin. Bila ia kurang yakin, mungkin cukup dengan memberikan hukuman berupa
tendangan bebas.
2. Kejujuran.
Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan
terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau
memperdaya. Hal ini terwujud dalam tindak dan perkataan.
Semua pihak percaya bahwa wasit dapat mempertaruhkan integritasnya
dengan membuat keputusan yang fair. Ia terpercaya karena keputusannya
mencerminkan kejujuran.
3. Tanggung Jawab.
Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Tanggung jawab ini adalah pertanggungan perbuatan sendiri.
Seorang atlet harus bertanggung jawab kepada timnya, pelatihnya dan kepada
permainan itu sendiri. Tanggung jawab ini merupakan nilai moral terpenting
dalam olahraga.
4. Kedamaian Etika dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan
Olahraga 9
Kedamaian mengandung pengertian : a)tidak akan
menganiaya, b)mencegah penganiayaan, c) menghilangkan penganiaan, dan
d)berbuat baik. Bayangkan bila ada pelatih yang mengintrusksikan untuk
mencederai lawan agar tidak mampu bermain?
Freeman dalam buku Physical Education and Sport in A
cahanging Society menyarankan 5 area dasar dari etika yang harus diberikan
yaitu : 1) Keadilan dan persamaan, 2) Respek terhadap diri sendiri. 3) Respek
dan pertimbangan terhadap yang lain, 4) Menghormati peraturan dan kewenangan
, 5) Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif. (Freeman,2001;210)
1. Keadilan dan Persamaan
Anak didik atau atlet adalah mengharapkan perlakuan yang adil dan sama.
Anak didik ingin sebuah kesempatan untuk belajar yang sama. Seringkali anak
didik yang di bawah rata-rata dalam olahraga diabaikan.
2. Respek terhadap diri sendiri
Pelajar atau atlet membutuhkan respek terhadap diri sendiri dan imej
positif tentang dirinya untuk menjadi sukses. Pelatih dan pengajar yang
melatih semua anak didiknya dengan sama mengambil langkah tepat dalam setiap
arahnya agar anak didiknya merasa dirinya penting dan layak dimata
pengajarnya.
3. Rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain.
Pelajar dan atlet membutuhkan rasa hormat kepada orang lain, apakah
teman sekelasnya, lawan bertanding, guru ataupun pelatihnya. Mereka perlu
belajar tentang bagaimana pentingnya memperlakukan orang lain dengan hormat.
4. Menghormati peraturan dan kewenangan
Pelajar dan atlet perlu menghormati kewenangan dan peraturan, karena tanpa
kedua hal ini suatu perhimpunan tidak akan berfungsi
5. Rasa terhadap perspektif atau nilai relatif
Etika
dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 10
Beberapa
pertanyaan tentang gunanya berolahraga perlu dipertimbangkan diantaranya ; a)
seberapa penting olahraga, b) apakah hubungan yang tepat antara olahraga
dalam filosofi pendidikan kita?,c)Seberap penting suatu kemenangan dan d) apa
yang menjadi integritas akademik kita?
Pendidikan
jasmani dalam proses pendidikan sebaiknya mengembangkan karakter, karakter
menurut David Shield dan Brenda Bredemeir adalah empat kebajikan dimana
seseorang mempunyai karakter bagus menampilkan ; compassion (rasa
belas kasih), fairness (keadilan), sportsmanship (ketangkasan)
dan integritas.
Dengan
adanya rasa belas kasih, murid dapat diberi semangat untuk melihat lawan
sebagai kawan dalam permainan, sama-sama bernilai, sama-sama patut menerima
penghargaan. Keadilan melibatkan tidak keberpihakan, sama-sama tanggung
jawab. Ketangkasan dalam olahraga melibatkan berusaha secara intens menuju
sukses. Integritas memungkinkan seseorang untuk membuat kesalahan pada yang
lain, sebagai contoh meskipun tindakannya negatif penerimannya oleh wasit,
teman satu tim ataupun fans.
Hakikat
Olahraga dan Penjas
Filsafat olahraga, seperti filsafat lainnya, dalam olahraga ada
beberapa konsep yang perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini
bersifat abstrak yaitu ‘mental image’. Walau kita tahu bahwa konsep ini
abstrak, tetapi didalam konsep ini ada makna tertentu, walau perbedaan makna
pada setiap individu berbeda-beda tentang ini.
Konsep dasar tentang keolahragaan beragam, seperti
bermain (play), Pendidikan jasmani (Physical education),
olahraga (Sport), rekreasi (recreation), tari (dance).
Bermain (play) adalah fitrah manusia yang
hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan
yang tidak berpretensi apa-apa, Etika dan Masalah-masalah dalam
Pendidikan Jasmani dan Olahraga 11
kecuali sebagai luapan
ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau peniruan peran. Dengan kata lain,
aktivitas bermain dalam nuansa riang dan gembira.
Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak
lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji
ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan
anak-anak terlihat belum tercemar.
Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak
lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji
ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan
anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan
yang belum tercemar.
Dalam bermain pendidikan etika yang ada tidak
mengenal pada suatu ajaran tertentu, karena anak bermain tidak melihat sisi
religius teman dan bentuk permainan, karena tidak ada aturan dalam hal
religus dalam bentuk permainan, pendidikan etika disini yang membetuk manusia
yang baik dan kritis, sehingga proses pemberian pembelajarannya lebih
bersifat mengembangkan daya pikir kritis dengan mengamati realitas kehidupan.
Seperti melihat harimau, maka anak akan meniru gaya
harimau yang menerkam mangsa, simangsa sudah tentu adalah teman sepermainnya.
Temannya akan berjuang mempertahankan dengan bergelut.
Bermain dalam alam anak memberikan konsep anak
bertanggung jawab terhadap permainan tersebut. Ketika terjadi “perselisihan”
maka tanggung jawab anak terhadap permainan ini membantu dalam pengembangan
moralnya.
Olahraga (sport) yang merupakan kegiatan otot
yang energik dan dalam kegiatan itu atlet memperagakan kemampuan geraknya
(performa) dan kemauannya semaksimal mungkin, akan tetapi perkembangan
teknologi memungkinkan faktor mesin menjadi techno-sport, seperti
balap mobil, balap motor, yang banyak tergantung dengan faktor mesin. Etika
dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 12
Olahraga bersifat netral
dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga kompetitif, karena
pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi
terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal).
Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal,
berakar pada pandangan klasik tentang kesatuan erat antara “body and mind”,
Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas
jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik,
neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Konsep pendidikan jasmani terfokus pada proses
sosialisasi atau pembudayaan via aktifitas jasmani, permainan dan olahraga.
Proses sosialisasi berarti pengalihan nilai-nilai budaya, perantaraan belajar
merupakan pengalaman gerak yang bermakna dan memberi jaminan bagi partisipasi
dan perkembangan seluruh aspek kepribadian peserta didik. Perubahan terjadi
karena keterlibatan peserta didik sebagai aktor atau pelaku melalui
pengalaman dan penghayatan secara langsung dalam pengalaman gerak sementara
guru sebagai pendidik berperan sebagai “pengarah” agar kegiatan yang lebih
bersifat pendeawsaan itu tidak meleset dari pencapaian tujuan.
Pengajaran
Etika dalam pendidikan jasmani
Kita telah menyadari bahwa pendidikan jasmani dan olahraga adalah
laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani
harus mencoba mengajarkan etika dan nilai dalam proses belajar mengajar, yang
mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak.
Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak
lepas dari karakter bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain
harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan
melainkan pendidikan nilai di sekolah. Saran yang bisa diangkat yaitu :
1. Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendirii
sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di
keluarga dan masyarakat luas, perlu mencerminkan penghargaan nyata terhadap
nilai-nilai
Etika
dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 13
kemanusiaan yang mau diperkenalkan dan
ditumbuhkembangkan penghayatannya dalam diri peserta didik. Misalnya, kalau
sekolah ingin menanamkan nilai keadilan kepada para peserta didik, tetapi di
lingkungan sekolah itu mereka terang-terangan menyaksikan berbagai bentuk
ketidakadilan, maka di sekolah itu tidak tercipta iklim dan suasana yang
mendukung keberhasilan pendidikan nilai. (Seperti praktek jual-beli soal,
mark up nilai, pemaksaan pembelian buku dsb)
2. Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para
pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang
mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh
pada peserta didik. Sebagai contoh, kalau guru sendiri memberi kesaksikan
hidup sebagai pribadi yang selalu berdisiplin, maka kalau ia mengajarkan
sikap dan nilai disiplin pada peserta didiknya, ia akan lebih disegani.
3. Semua pendidik di sekolah, terutama para guru
pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara
kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan
perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga,
sekolah, maupun dalam masyarakat. Misalnya sebelum pelajaran dimulai, guru
menegaskan bila anak tidak mengikuti pelajaran karena membolos, maka nilai
pelajaran akan dikurangi.
4. Secara kurikuler pendidikan nilai yang membentuk
sikap dan perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran
tersendiri, misalnya dengan pendidikan budi pekerti. Akan tetapi penulis
tidak menyarankan untuk di lakukan.
5. Melalui pembinaan rohani siswa, melalui kegiatan
pramuka, olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba,
kelompok studi, teater, dll. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para pembina
melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup
mendalam dengan peserta didik.
Etika dan Masalah-masalah dalam
Pendidikan Jasmani dan Olahraga 14
MASALAH
DALAM PENDIDIKAN JASMANI
Muncul berbagai pertanyaan kalau
kita lihat kenyataan apa yang terjadi di lapangan, apakah dalam mengajar
selama ini kita sudah memperhatikan potensi atau kekuatan siswa, berapakali
seminggu pendidikan jamani dilakukan, apa alat dan fasilitas yang kita
gunakan sudah memberi rasa aman, dan masih banyak pertannyaan lain. Jelasnya
pendidkan jasmani idealnya dilakukan lima kali tiap minggu, dengan durasi 30
menit tiap kelas, dengan berbagi perencanaan dalam mengatur alat dan
fasilitas yang ada. Dua pertemuan di ajar guru khusus pendidikan jasmani dan
3 pertemuan di ajar guru kelas.
|
BAB
III PENUTUP
- Kesimpulan
Penulis
mencoba menyimpulkan beberapa hal
tentang pendidikan jasmani dalam
pendidikan berdasarkan latar
belakang dan teori, diantaranya :
1 Pendidikan
jasmani sebagai alat pendidikan untuk membentuk
watak yang bermoral, berbudi pekerti, beretika sesuai norma-norma
kesusilaan, mendorong pertumbuhan fisik dan perkembangan psikis, keterampilan motorik,
pengetahuan dan penalaran, penghayatan dan nilai-nilai
(sikap-menta-emosional-sportivitas-spritual-sosial), serta pembiasaan pola
hidup sehat yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan
kualitas fisik dan psikis yang seimbang.
2 Untuk
mencapai tujuan mulia tersebut, diperlukan kebijakan dan pelaksanaan khusus mulai tingkat pusat
sampai di daerah dan sekolah untuk memajukan pendidikan jasmani.dalam rangka
meningkatkan kwatias hidup manusia Indonesia.
B.
SARAN
1 Dalam
pelaksanaan pendidikan jasmani sebaiknya tidak hanya sekedar konsep bahkan
hanya sekedar wacana dalam kurikulun. Perlu pelaksanaan yang lebih kongkrit
agar anak Indonesia betul-betul bisa menjadi manusia seutuhnya
2 Upaya
perhatian penentu kebijakan pendidikan nasional, perlu ditindak lanjuti dan
perhatian khusus oleh penentu kebijakan(Gubernur,Bupati,Kepala Dinas, Kepala
sekolah). Untuk lebih proaktif dan mengakomodir pendidikan jasmani. Mengingat
out put pendidikan masih jauh dari harapan.
3 Perlu
perubahan pola pikir terhadap pelakasanaan pendidikan jasmani disekolah, oleh
para penentu kebijakan pendidikan baik di daerah maupun disekolah.
1Johansyah Lubis, Adalah Dosen
Sosiokinetika, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Jakarta. Dan
Ketua Komisi Pembibitan dan pemanduan Bakat KONI Pusat 2007 - 2011 Etika
dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 2
Etika
dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 3
Etika
dan Masalah-masalah dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga 15
DAFTAR PUSTAKA
Franz Magnis Suseno, (1987) Etika Dasar, Masalah-masalah pokok
filsafat
moral. Yogyakarta: Perc. Kanisius, 1987.
_________________, (2000), Kuasa & Moral. Jakarta: Gramedia
Pustaka
Utama.
Ikhwanuddin Syarif (ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia
baru,
70 tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed.
Jakarta: Grasindo, 2001.
Richard Tinning, et., al, (2001) Becoming a physical
education teacher,
Australia: Printice hall.
Rusli Lutan (ed)., (2001) Olahraga dan Etika Fair Play. Direktorat
Pemberdayaan IPTEK Olahraga, Dirjen OR, Depdiknas,
Jakarta: CV.
Berdua Satutujuan.
Sutan Zanti dan Syahniar Syahrun, (1993) Dasar-dasar Kependidikan.
Jakarta:
Dirjeb Pend. Tinggi.
William H. Freeman, 6th ed. (2001) Physical Education and
sport in a changing
society. Boston: Allyn & Bacon.
Wendy Kohli (ed).,(1995) Critical Conversations in Pholosophy of
Education.
New York: Routledge.
0 Comments
isi disini