“PEMMALI” POLA PENGASUHAN SUKU BUGIS
OLEH: MUHAMMAD SYATHIR, S.Pd,.M.Pd
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengasuhan orang tua adalah
pendidikan yang pertama dan utama. Dalam
lingkungan keluarga merupakan proses interaksi antara anak dengan orang-orang
disekitarnya terutama ibu, dan ayah. Terjadinya interaksi antara anak, dan
orang tua dalam disebut juga dengan pola pengasuhan orang tua.
Dalam negara kita
Indonesia, berbagai suku-suku , yang tentunya berbagai corak ragam sosial
budaya berbeda pula. Keluarga sebagai unit terkecil dalam lingkungan
suku-bangsa, termasuk suku bugis tidak lepas dari pengaruh positif dan negatif
akibat dari pengaruh lingkungan sekitar di mana bertempat tinggal, akibat dari pengaruh budaya asing atau barat.
Tentunya sadar atau tidak sadar berpengaruh terhadap keluarga dalam rangka
mengasuh anak sebagai generasi penerus.
Menjadi permasalahan sekarang antara orang tua dan
kalangan pendidik sekarang adalah budaya
asing atau budaya barat begitu gampangnya masuk sebagai akibat kecanggihan
tekhnologi komunikasi seperti: televisi,hand phone (HP), internet. Akibatnya film-film
forno dan kekerasan, gambar-gambar vulgar, begitu cepat dan gampang tersaji
dihadapan anak-anak kita, akhirnya budaya barat seperti pergaulan bebas, narkoba, hidup
individualis, budaya komsumtif, dan lain-lain sebagainya dapat mempengaruhi
kehidupan anak kelak, maka terlahirlah generasi yang tidak mempunyai jati diri
bangsa, generasi yang kasar tak kenal sopan santun, tidak bisa menghargai
sesama, pembangkang, berkata dan bertindak kasar, suka mementingkan diri sendiri,
dan lain-lain sebagainya.
Agar tidak terjadi
demikian, pola pengasuhan yang diberikan kepada anak seharusnya berakar dari
budaya bangsa kita sendiri. Disinilah peran orang tua atau pendidik mmeberikan pola pengasuhan yang tepat sesuai akar budaya
atau kultur bangsa Indonesia.
Suku bugis kaya akan budaya tersebut dalam rangka
bagaimana mengasuh anaknya, Budaya pemmali
adalah pola pengasuhan suku bugis
yang selama ini dipegang teguh orang bugis untuk mengasuh anaknya.
Oleh karena itu dalam
penulisan makalah ini akan mengkaji bagaimana
pola pengasuhan anak suku bugis dari
aspek budaya Pemmali
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah adalah:
Pemmali sebagai bentuk pengasuhan anak suku bugis.
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini untuk
mendeskripsikan pemmali sebagai bentuk pengasuhan anak suku bugis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pengasuhan Orang Tua
Dalam Kamus Bahasa Indonesi, edisi 2008 pengasuhan
berasal dari kata Asuh, yang arinya mengasuh. Sedangkan pengasuhan berarti
orang yang mengasuh (orang tua, wali). Dari pengertian Kamus Bahasa Indonesia
tersebut pengasuhan adalah cara mengasuh yang dilakukan oleh orang tua, wali
terhadap anak-anaknya.
Pengasuhan disini dapat diartikan
suatu cara yang dilakukan oleh pengasuh(orang tua, wali, guru) kepada anak, siswa (oleh guru).Pengasuhan
orang tua sebagai suatu mekanisme yang secara langsung membantu anak mencapai
tujuan sosialisasi dan secara tidak langsung mempengaruhi internalisasi
nilai-nilai sehingga anak lebih terbuka terhadap upaya sosialisasi melalui berbagai
bentuk kompetensi interaksi sosial. (Syamsul Bachri Thalib., 2009)
Berdasar pada perbedaan individual
dan orientasi budaya, Reis dan Wheeler (dalam Taylor et al.,1994) mempredeksi bahwa siswa-siswa yang berasal dari
lingkungan individualistik seperti AS, kurang menunjukkan interaksi
kelompok dibanding dengan siswa-siswa
yang berasal dari keluarga kolektif seperti Hongkong, Jordan, dan Indonesia.
Budaya
individualistik lebih menekankan lebih menekankan pada kebutuhan, tujuan atau
keinginan pribadi dan individu, sedangkan budaya kolektif lebih menekankan
tujuan kelompok dan keharmonisan, kohesi, dan kerjasama (Matsumoto, 1996 dalam
Syamsul Bahri Thalib.,2009)
Berdasarkan uraian tentang pengertian pengasuhan, secara singkat
dapat dikemukakan bahwa pengasuhan orang tua mengacu pada peran orang tua dalam
upaya mempengaruhi, membimbing dan mengontrol anak dalam mengembangkan
pengetahuan, nilai-nilai, sikap dan prilaku anak menuju kedewasaan sehingga
dapat memberikan konstribusi produktif terhadap diri sendiri, keluarga, dan
masyarakat pada umumnya. (Syamsul Bachri Thalib.,2009)
B. Pola
Pengasuhan Suku Bugis
Menurut Ancok, 1996; Garbarino et al. 1997; Goodnow, 1997
pengasuhani terjadi dalam konteks yang
lebih luas dari pada unit keluarga termasuk lingkungan geografis dan faktor
sosial budaya seperti kepercayaan, nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat sehingga terdapat berbagai variasi bentuk transmisi dan
internalisasi nilai-nilai.
Dari konteks pengertian yang di atas
terjadinya pola pengasuhan anak bukan
hanya terjadi dalam unit keluarga
akan tetapi aspek geografis, lingkungan sosial budaya sangat berpengaruh pada
pola pengasuhan anak.
Berdasar
dari perbedaan individu dan orientasi budaya, Reis dan Whiler (dalam Taylor et al..,1994)
Salah
satu aspek yang mempengaruhi pola pengasuhan anak adalah budaya berupa kebiasaan, adat-istiadat, yang dipelihara dan
dijunjung tinggi oleh keluarga maupau
suku tersebut. Yang melahirkan budaya pada kelompok-kelompok, suku-suku,
atau bangsa.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia tahun
2008 kata budaya berarti pikiran; akal budi. Dari pengertian
tersebut budaya dapat diartikan suatu
hasil pikiran dan akal budi manusia dalam mengatur kehidupannya.
Budaya
terdiri dari cara hidup orang menciptakan dalam suatu kelompok tertentu atau
masyarakat. Cara hidup ini sangat kompleks. Mereka menjadi ada dan akan berubah sebagai orang
berjuang atas apa yang penting dalam kehidupan mereka, bagaimana melakukan
sesuatu, dan bagaimana memahami pengalaman mereka. Budaya bukanlah sesuatu yang
dipaksakan oleh beberapa orang pada orang lain; lebih tepatnya, itu adalah
ciptaan orang-orang berinteraksi dengan satu sama lain. Ini mencakup semua
diciptakan secara sosial cara berpikir, merasa, dan bertindak yang muncul dalam
kelompok-kelompok tertentu saat masyarakat mencoba untuk bertahan hidup,
memenuhi kebutuhan mereka, dan mencapai rasa signifikansi dalam proses.
Sebagaimana suku-suku yang ada di
nusantara ini, suku bugis atau to Ugi adalah suku yang tergolong ke dalam
suku suku Deutero-Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara
setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata
'Bugis' berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan
"ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Tiongkok (bukan negara
Tiongkok, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten
Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi.
Suku Bugis adalah
suku terbesar ketiga di Indonesia setelah suku Jawa dan Sunda. Berasal dari Sulawesi
Selatan dan menyebar pula di propinsi-propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Tengah, Papua,
Irian Jaya Barat, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan, Riau dan Riau
Kepulauan, dan bahkan sampai ke Malaysia
dan Brunei Darussalam.
|
Suku Bugis Jumlah populasi saat ini kurang
lebih 4 juta jiwa. Yang tersebar
di seluruh wilayah Indonesia.Karena
masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka
kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata
pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu
masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan. Suku
Bugis juga dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas, dan wilayah perantauan mereka pun
hingga Malaysia,
Filipina,
Brunei,
Thailand,
Australia,
Madagaskar
dan Afrika Selatan.
Dalam suku
bugis dikenal adanya Pangaderreng, pangaderreng
adalah sistem norma dan aturan-aturan adat. Dalam keseharian suku bugis
pangaderreng sudah menjadi kebiasaan dalam berinteraksi dengan orang lain yang
harus dijunjung tinggi. Contoh pangaderreng dalam sehari-hari; seperti minta
permisi untuk melewati arah orang lain, dengan kata-kata “tabe”kata tabe
tersebut diikuti gerakan tangan kanan turun kebawah mengarah ketanah atau
ketanah.makna dari perilaku orang bugis seperti demikian adalah bahwa kata tabe
simbol dari upaya menghargai dan
menghormati siapapun orang dihadapan kita, kita tidak boleh berbuat sekehendak
hati berbuat. Dan makna berikut adalah bahwa tangan kanan yang mengarah
kelantai atau ketanah sebagai simbol kerendahan hati dengan status apa yang dimiliki oleh
seseorang. Yang kemudian makna lain dari contoh tersebut satunya kata dan
perbuatan (Taro Ada Taro Gau), bahwa
orang bugis dalam kehidupan sehari-hari harus berbuat sesuai dengan perkataan.
Antara kata tabe dan gerakan tubuh(tangan kanan) harus seiring dan
sejalan.sehingga suatu pemaknaan yang dalam orang bugis jauh lebih dalam lagi.
Dalam Pangaderreng ada konsep Siri”. siri dalam Kamus Bahasa
Indonesia edisi tahun 2008 adalah keadaan tertimpa malu atau terhina dimasyarakat Bugis
dan Makassar. Dalam konteks pengasuhan bagaimana orang bugis menegakkan budaya
siri agar tidak tertimpa rasa malu dan terhina akibat dari perbuatannya.
Orang bugis memuliakan hal-hal yang
menyangkut soal keagamaan, kesetiaan memegang janji dan persahabatan, saling
memaafkan, saling mengingatkan untuk berbuat kebajikan, tak segan saling
memberi pertolongan/pengorbanan, dan memelihara ketertiban adat perkawinan
(Mattulada 1985).
Menurut A. Rahman Rahim
memandang bahwa ”siri” merupakan salah satu dari enan nilai utama kebudayaan bugis, lima nilai
utama kebudayaan bugis lainnya adalah: allempurang(kejujuran),
amaccang(kecendekiaan),asitinajang(kepatutan), ggetengeng(keteguhan), serta reso(usaha). (H.M. Laica Marzuki. 1995)
Konsep “siri” dalam pengasuhan terungkap
dalam paseng(petuah, nasehat, amanat yaitu roloi naptiroang, ritenggai naparaga-raga, rimunriwi napa ampiri (dari depan menjadi suri tauladan, ditengah
aktif memberikan bantuan dan dari belakang aktif memberikan dukungan dan
dorongan.
Menurut Abdullah(1997) nilai-nilai
fundamental siri yang relevan dengan pengasuhan dan kepembimbingan di sekolah,
mencakup semangat sipakatau, pesse,
parakai sirimu, cappa lila, rupannamitaue dek naullei ripinra, sipatuo
sipatokkong, sipamali ssiparapppe. Semangat
Sipakatau bermakna saling menghargai dan menghormati
sesama manusia. Nilai budaya ini memancarkan penghargaan dan keserasian hubugan
dengan hubungan dengan orang lain. Pesse bermakna
kesetiakawanan terhadap manusia. Parakai sirimu merefleksikan perasaan
tanggung jawab dan pengendalian diri. Siri berfungsi mengontrol diri dari
perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama. Falsafah cappa lila (ujung lidah) bermakna keterampilan berkomunkasi dan berdialog
dengan penuh keterbukaan dan tutur kata yang santun yang berimpliksi pada
keharmonisan sosial. Rupamnamitaue’ dek
naulle’ ripinra (hanya wajah manusia yang tidak bisa diubah) bermakna
percaya diri dan sikap optimisme terhadap peluang terjadinya perubahan pada
diri manusia ke arah yang lebih baik. Sipatuo
sipatokkong , sipamali siparappe (saling
mengembangkan dan saling menghidupkan)yang berimplikasi kepada saling
membantu dan memahami orang lain. Pajjama (usaha dan kerja
keras)mengandung makna kemandirian,
sikap optomis dan dinamis menghadapi masa depan disertai ketekunan dan kerja
keras. Getteng (ketegasan prinsip) mengandung
makna kepercayaan diri, keberanian menanggung
resiko dan adanya kesesuaian antara perkataan dan perbuatan.
Nilai malu dalam kandungan siri’ menurut Marzuki
(1995) menggugah seseorang agar tidak melakukan pelanggaran Ade’ sementara nilai-nilai harga diri
atau martabat menuntut seseorang untuk selalu patuh dan hormat pada kaidah-kaidah
ade’ (hukum). Hal ini terungkap dalam
petuah-petuah atau (pasen-pasen).
Dari konsep pangaderreng yang melahirkan
budaya siri, suku bugis dalam kehidupan sehariannya dalam mengasuh anak-anak
mereka melahirkan sebuah kebiasaan atau budaya dalam bertutur kata atau berbuat
yang disebut Pemmali. Pemmali bentuk pengasuhan keluarga baik yang berdiam di Sulawesi
Selatan maupun di perantauan yang masih dipegang erat dalam suku bugis dalam sehari-hari. Pemmali merupakan
istilah dalam masyarakat Bugis yang digunakan untuk menyatakan larangan kepada
seseorang yang berbuat dan mengatakan sesuatu yang tidak sesuai. Pemmali dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi "pemali" yang memiliki makna
pantangan, larangan berdasarkan adat dan kebiasaan.
Masyarakat Bugis meyakini bahwa
pelanggaran terhadap pemmali akan mengakibatkan ganjaran atau kutukan.
Kepercayaan masyarakat Bugis terhadap pemmali selalu dipegang teguh.
Fungsi utama pemmali adalah sebagai pegangan untuk membentuk pribadi
luhur. Dalam hal ini pemmali memegang peranan sebagai media pendidikan
budi pekerti.
Pemmali merupakan istilah dalam masyarakat Bugis yang digunakan untuk menyatakan larangan kepada seseorang yang berbuat dan mengatakan sesuatu yang tidak sesuai. Pemmali dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi "pemali" yang memiliki makna pantangan, larangan berdasarkan adat dan kebiasaan.
Pemmali merupakan istilah dalam masyarakat Bugis yang digunakan untuk menyatakan larangan kepada seseorang yang berbuat dan mengatakan sesuatu yang tidak sesuai. Pemmali dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi "pemali" yang memiliki makna pantangan, larangan berdasarkan adat dan kebiasaan.
Bentuk-bentuk
Pemmali
Pemmali dalam
masyarakat Bugis dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pemmali dalam
bentuk perkataan dan pemmali dalam bentuk perbuatan.
1. Pemmali Bentuk Perkataan
Pemmali bentuk ini berupa tuturan atau
ujaran. Biasanya berupa kata-kata yang dilarang atau pantang untuk diucapkan.
Kata-kata yang pantang untuk diucapkan disebut kata tabu. Contoh kata tabu yang
merupakan bagian pemmali berbentuk perkataan misalnya balawo â˜tikusâ, buaja
â˜buayaâ, guttu â˜gunturâ. Kata-kata tabu seperti di atas jika diucapkan
diyakini akan menghadirkan bencana atau kerugian. Misalnya, menyebut kata balawo
(tikus) dipercaya masyarakat akan mengakibatkan gagal panen karena serangan
hama tikus. Begitu pula menyebut kata buaja â˜buayaâ dapat mengakibatkan
Sang Makhluk marah sehingga akan meminta korban manusia.
Untuk menghindari penggunaan
kata-kata tabu dalam berkomunikasi, masyarakat Bugis menggunakan eufemisme
sebagai padanan kata yang lebih halus. Misalnya, kata punna tanah â penguasa
tanah â digunakan untuk menggantikan kata balawo, punna uwae â˜penguasa
airâ digunakan untuk menggantikan kata buaja.
2. Pemmali
Bentuk Perbuatan atau Tindakan
Pemmali bentuk
perbuatan atau tindakan merupakan tingkah laku yang dilarang untuk dilakukan
guna menghindari datangnya bahaya, karma, atau berkurangnya rezeki.
Beberapa
contoh pemmali dan maknanya:
1) Riappemmalianggi
anaâ daraE makkelong ri dapurennge narekko mannasui (Pantangan bagi seorang gadis
menyanyi di dapur apabila sedang memasak atau menyiapkan makanan).
Masyarakat Bugis menjadikan pantangan
menyanyi pada saat sedang memasak bagi seorang gadis. Akibat yang dapat
ditimbulkan dari pelanggaran terhadap larangan ini adalah kemungkinan sang
gadis akan mendapatkan jodoh yang sudah tua. Secara logika, tidak ada hubungan
secara langsung antara menyanyi di dapur dengan jodoh seseorang. Memasak
merupakan aktivitas manusia, sedangkan jodoh merupakan faktor nasib, takdir,
dan kehendak Tuhan.Jika dimaknai lebih lanjut, pemmali di atas
sebenarnya memiliki hubungan erat dengan masalah kesehatan. Menyanyi di dapur
dapat mengakibatkan keluarnya ludah kemudian terpercik ke makanan. Dengan
demikian perilaku menyanyi pada saat memasak dapat mendatangkan penyakit.
Namun, ungkapan atau larangan yang bernilai bagi kesehatan ini tidak dilakukan
secara langsung, melainkan diungkapkan dalam bentuk pemmali.
(2) Deq
nawedding anaq daraE matinro lettu tengga esso nasabaq labewi dalleqna (Gadis tidak
boleh tidur sampai tengah hari sebab rezeki akan berlalu).
Bangun tengah hari melambangkan sikap
malas. Apabila dilakukan oleh gadis, hal ini dianggap sangat tidak baik. Jika
seseorang terlambat bangun, maka pekerjaannya akan terbengkalai sehingga rezeki
yang bisa diperoleh lewat begitu saja. Terlambat bangun bagi gadis juga
dihubungkan dengan kemungkinan mendapatkan jodoh. Karena dianggap malas, lelaki
bujangan tidak akan memilih gadis seperti ini menjadi istri. Jodoh ini
merupakan salah satu rezeki yang melayang karena terlambat bangun.
Dari tinjauan kesehatan, bangun tengah hari dapat mengakibatkan kondisi fisik menjadi lemah. Kondisi yang lemah menyebabkan perempuan (gadis) tidak dapat beraktivitas menyelesaikan kebutuhan rumah tangga. Masyarakat Bugis menempatkan perempuan sebagai pemegang kunci dalam mengurus rumah tangga. Perempuan memiliki jangkauan tugas yang luas, misalnya mengurus kebutuhan suami dan anak.
Dari tinjauan kesehatan, bangun tengah hari dapat mengakibatkan kondisi fisik menjadi lemah. Kondisi yang lemah menyebabkan perempuan (gadis) tidak dapat beraktivitas menyelesaikan kebutuhan rumah tangga. Masyarakat Bugis menempatkan perempuan sebagai pemegang kunci dalam mengurus rumah tangga. Perempuan memiliki jangkauan tugas yang luas, misalnya mengurus kebutuhan suami dan anak.
(3) Riappemmalianggi
matinro esso taue ri sese denapa natabbawa ujuna taumate engkae ri bali bolata
(Pantangan orang tidur siang jika
jenazah yang ada di tetangga kita belum diberangkatkan ke kuburan).
Pemmali ini menggambarkan betapa
tingginya penghargaan masyarakat Bugis terhadap sesamanya. Jika ada tetangga
yang meninggal, masyarakat diharapkan ikut mengurus. Masyarakat biasanya
berdatangan ke tempat jenazah disemayamkan untuk memberikan penghormatan
terakhir dan sebagai ungkapan turut berduka cita bagi keluarga yang
ditinggalkan. Masyarakat yang tidak dapat melayat jenazah karena memiliki
halangan dilarang untuk tidur sebelum jenazah dikuburkan. Mereka dilarang tidur
untuk menunjukkan perasaan berduka atau berempati dengan suasana duka yang
dialami keluarga orang yang meninggal.
(4) Pemmali
mattula bangi tauwe nasabaq macilakai (Pantangan bertopang dagu sebab akan
sial).
Bertopang dagu menunjukkan sikap
seseorang yang tidak melakukan sesuatu. Pekerjaannya hanya berpangku tangan.
Perbuatan ini mencerminkan sikap malas. Tidak ada hasil yang bisa didapatkan
karena tidak ada pekerjaan yang dilakukan. Orang yang demikian biasanya hidup
menderita. Ia dianggap sial karena tidak mampu melakukan pekerjaan yang
mendatangkan hasil untuk memenuhi kebutuhannya. Ketidakmampuan tersebut
mengakibatkan hidupnya menderita.
(5) Pemmali
lewu moppang ananaE nasabaq magatti mate indoqna (Pemali
anak-anak berbaring tengkurap sebab ibunya akan cepat meninggal).
Tidur tengkurap merupakan cara tidur
yang tidak biasa. Cara tidur seperti ini dapat mengakibatkan ganguan terhadap
kesehatan, misalnya sakit di dada atau sakit perut. Pemali ini berfungsi
mendidik anak untuk menjadi orang memegang teguh etika, memahami sopan santun,
dan menjaga budaya. Anak merupakan generasi yang harus dibina agar tumbuh sehingga
ketika besar ia tidak memalukan keluarga.
(6) Pemmali
kalloloe manrewi passampo nasabaq iyaro nasabaq ipancajiwi passampo siri (Pemali
bagi remaja laki-laki menggunakan penutup sebagai alat makan sebab ia akan
dijadikan penutup malu).
Laki-laki yang menggunakan penutup benda
tertentu (penutup rantangan, panci, dan lainnya) sebagai alat makan akan
menjadi penutup malu. Penutup malu maksudnya menikahi gadis yang hamil di luar
nikah akibat perbuatan orang lain. Meski pun bukan dia yang menghamili, namun
dia yang ditunjuk untuk mengawini atau bertanggung jawab. Inti pemali ini
adalah memanfaatkan sesuatu sesuai fungsinya.
Menggunakan penutup (penutup benda tertentu)
sebagai alat makan tidak sesuai dengan etika makan. Penutup bukan alat makan. Orang
yang makan dengan penutup merupakan orang yang tidak menaati sopan santun dan
etika makan. Akibat lain yang ditimbulkan jika menggunakan penutup sebagai alai
makan adalah debu akan terbang masuk ke makanan. Akhirnya, makanan yang ada di
wadah tertentu menjadi kotor karena tidak memiliki penutup. Hal ini sangat
tidak baik bagi kesehatan karena dapat mendatangkan penyakit.
(7) Pemmali
saleiwi inanre iyarega uwae pella iya puraE ipatala nasabaq mabisai nakenna
abalaq (Pemali meninggalkan makanan atau minuman yang sudah
dihidangkan karena biasa terkena bencana).
Pemali ini memuat ajaran untuk tidak meninggalkan makanan atau minuman yang telah dihidangkan. Meninggalkan makanan atau minuman yang sengaja dibuatkan tanpa mencicipinya adalah pemborosan. Makanan atau minuman yang disiapkan itu menjadi mubazir. Makanan bagi masyarakat Bugis merupakan rezeki besar. Orang yang meninggalkan makanan atau minuman tanpa mencicipi merupakan wujud penolakan terhadap rezeki. Selain itu, menikmati makanan atau minuman yang dihidangkan tuan rumah merupakan bentuk penghoramatan seorang tamu terhadap tuan rumah. Meninggalkan makanan dapat membuat tuan rumah tersinggung.
Pemali ini memuat ajaran untuk tidak meninggalkan makanan atau minuman yang telah dihidangkan. Meninggalkan makanan atau minuman yang sengaja dibuatkan tanpa mencicipinya adalah pemborosan. Makanan atau minuman yang disiapkan itu menjadi mubazir. Makanan bagi masyarakat Bugis merupakan rezeki besar. Orang yang meninggalkan makanan atau minuman tanpa mencicipi merupakan wujud penolakan terhadap rezeki. Selain itu, menikmati makanan atau minuman yang dihidangkan tuan rumah merupakan bentuk penghoramatan seorang tamu terhadap tuan rumah. Meninggalkan makanan dapat membuat tuan rumah tersinggung.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1
Pola pengasuhan anak yang diberikan oleh orang tua, pendidik,
hendaknya berpola pada kebudayaan nasional yang bersumber dari kebudayaan
lokal.
2
pangaderreng, adalah
budaya suku bugis sebagai salah satu konsep dasarnya adalah siri’ sebagai wujud
manusia bugis yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kehormatan,
persaudaraan, harkat dan martabat manusia.
3
Pemmali dalam masyarakat Bugis merupakan
nilai budaya yang sarat dengan muatan pendidikan. Pemmali umumnya
memiliki makna yang berisi anjuran untuk berbuat baik, baik perbuatan yang
dilakukan terhadap sesama maupun perbuatan untuk kebaikan diri sendiri. Pemmali
sangat kaya nilai luhur dalam pergaulan, etika, kepribadian, dan sopan santun.
Melihat tujuannya yang begitu luhur, pemmali merupakan nilai budaya
Bugis yang mutlak untuk terus dipertahankan.
B. SARAN
1
Pelestarian budaya lokal bukan hanya
pemaknaaan membangun bangunan masa lalu,
tetapi tak kalah pentingnya membangun budaya lokal yang penuh kearifan untuk
kemaslahatan ummat manusia.
2
Budaya bugis pemmali hendaknya digali dan
dikembangkan agar dapat lebih bermamfaat untuk pengembangan pengasuhan anak,
khususnya pada suku bugis, umumnya Bangsa Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Kamus
Bahasa Indonesia .edisi 2008
Syamsul Bahri
Thalib (2009) .Psikologi Perilaku Kekerasan Berbasisi Analis Model Persamaan Struktur.
Suriana. Makna Pemmali dalam Masyarakat Bugis
Soppeng.
Sulo, Hartati. Makna Pemmali dalam Masyarakat Petani di Kabupaten Soppeng.
Laica Marzuki(1995). Siri’ Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis Makassar
Sulo, Hartati. Makna Pemmali dalam Masyarakat Petani di Kabupaten Soppeng.
Laica Marzuki(1995). Siri’ Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis Makassar
http://www.angingmammiri.org/
0 Comments
isi disini